Blogger Widgets

Tuesday 30 July 2013

Masalah banjir


Sesungguhnya banjir di ibu kota bukanlah masalah baru. Pemerintah kolonial Belanda pun sudah sedari awal dipusingkan dengan banjir dan tata kelola air Jakarta. Hanya berselang dua tahun setelah Batavia dibangun lengkap dengan sistem kanalnya, tahun 1621 kota ini mengalami banjir. Ini adalah catatan pertama dalam sejarah Hindia Belanda, di mana pos pertahanan utama VOC di Asia Timur itu dilanda banjir besar. Selain itu banjir-banjir kecil hampir setiap tahun terjadi di daerah pinggiran kota, ketika wilayah Batavia telah melebar hingga ke Glodok, Pejambon, Kali Besar, Gunung Sahari dan Kampung Tambora. Tercatat banjir besar terjadi antara lain pada tahun 1654, 1872, 1909 dan 1918.


 Sejak tahun 1913, Belanda mengalokasikan dana 2 juta gulden untuk mengatasi banjir. Van Breen menjadi insinyur yang mendesain upaya itu. Salah satu produknya adalah pembuatan banjir kanal. Namun, Banjir Kanal Barat yang dibuat Van Breen tahun 1920-an belum tuntas pembangunannya hingga Belanda pergi. Sedangkan Kanal Lingkar Kota dan sistem polder di sejumlah area genangan banjir sama sekali belum terbangun.

 Pascabanjir tahun 1965, Presiden Soekarno membentuk Komando Proyek (Kopro) Banjir Jakarta, yang tugasnya memperbaiki kanal dan membangun enam waduk di sekitar Jakarta. Rencana Induk Jakarta 1965-1985 menyatakan banjir sebagai salah satu masalah utama Ibu Kota. Hasil kerja dari Kopro Banjir itu antara lain: (a) Pembangunan Waduk Setia Budi, Waduk Pluit, Waduk Tomang, Waduk Grogol. Bersamaan dengan itu juga dilakukan rehabilitasi terhadap sungai-sungai di sekitarnya; (b) Pembangunan Polder Melati, Polder Pluit, Polder Grogol, Polder Setia Budi Barat, dan Polder Setia Budi Timur; (c) Pembuatan sodetan Kali Grogol, Kali Pesanggrahan, dan Gorong-gorong Jalan Sudirman. Namun, waduk itu sebagian sudah hilang dan ada yang belum terbangun hingga kini. Banjir pun terus melanda Jakarta. Tahun 1973 direncanakan proyek Kanal Barat dituntaskan. Anggaran berasal dari bantuan Belanda. Namun, proyek ini ternyata batal dikerjakan. Tahun 1984 pemerintah merencanakan pembangunan waduk Depok. Analisis mengenai dampak lingkungan (Amdal) dan desain detailnya sudah selesai, tetapi juga tak jadi dibangun.

Monday 1 July 2013

PENDAHULUAN

Mata pelajaran PLKJ merupakan tautan dari mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial, tetapi skup pembahasannya hanya sekitar kota Jakarta saja. Mengapa pelajaran ini diberikan kepada peserta didik dari kelas VII - IX SMP ?

Mata pelajaran PLKJ memang tergolong matapelajaran Muatan Lokal (Mulok) yang sangat penting dipelajari bagi peserta didik khususnya tingkat SMP, hal ini berkaitan dengan pengembngan karakter peserta didik yang harus peduli terhadap lingkungan baik itu di lingkungan Rumah, lingkungan sekolah, maupun lingkungan kota Jakarta.

Lingkungan kota Jakarta, tercatat secara geografis memiliki luas 661,52 KM dengan pembagian secara administratif menjadi 5 wilayah kotaadministratif.

1. Kota Administratif Jakarta Pusat
2. Kota Administratif Jakarta Utara
3. Kota Administratif Jakarta Barat
4. Kota Administratif Jakarta Selatan
5. Kota Administratif Jakarta Timur

Bangunan yang dijadikan icon Kota Jakarta adalah bangunan Monumen Nasional (MONAS) yang merupakan buah pikiran dari Ir Soekarno yang bercita-cita menyamakan derajat bangsa Indonesia ini dikancah dunia Internasional, selain MONAS, icon lainnya adalah Gelora Bung Karno Senayan yang memiliki bentuk unik dan khas. Kedua bangunan tersebut telah menginspirasi berbagai negara di dunia untuk meniru, terutama bentuk lapangan sepak bola Gelora Bung Karno.

Mengapa wilayah Kota Jakarta dipilih sebagai Ibu Kota Negara ?
Hal tersebut disebabkan oleh 2 hal penting, yaitu
1. Secara geologis Kota Jakarta tidak termasuk ke dalam jalur deretan gempa bumi, andaikan terjadi gempa itu hanya imbas getaran gempa dari selatan Pulau Jawa.

2. Secara geomorfologis, kota Jakarta berada pada dataran rendah yang cenderung landai, dengan ketinggian 0 - 50 dpl.

Nah 2 hal tersebutlah yang menjadi pertimbangan para pakar kenegaraan saat kemerdekaan untuk menentukan Ibu Kota negara. Sebenarnya Kota Jakarta sudah menjadi kota pelabuhan yang ramai sejak zaman Hinda belanda, dengan kondisi geologis, dan geomorfologis itulah pemerintahan Hindia Belanda juga memilih kota Jakarta sebagai pusat kegiatan perniagaan dan pemerintahan.